Perusahaan besar di Jepang saat ini mulai aktif menawarkan empat hari kerja efektif dalam seminggu untuk karyawan mereka.
Korona tidak hanya mengubah kehidupan kita tapi juga mengubah tempat beraktifitas kita sampai keakarnya. Dalam waktu yang tidak terlalu lama lagi mungkin kita sudah tidak perlu lagi bermacet-macetan dijalan, atau berdesak-desakan di kereta menuju ke tempat kerja, karena tempat kerjanya sendiri yang “sudah pindah”
“Work from home (WFH)” sudah menjadi kata yang tidak asing lagi di telinga, korona memaksa kita untuk tinggal dan kerja dirumah. Di Jepang bagian “home” nya sudah tidak melulu harus di tempat tinggal pekerja. Sudah banyak perusahaan di Jepang yang bersedia menggantikan biaya penginapan atau menaikkan ongkos transport, bahkan ada perusahaan yang rela menaikkan penggantian ongkos transport hingga 150 ribu Yen per bulan. Dengan kenaikan ongkos transport ini mereka bisa saja pindah tempat tinggal dari kota yang penuh sesak ke pulau yang tenang. Bahkan bisa saja mereka menggunakan pesawat terbang walaupun tidak tiap hari. Perpindahan tempat kerja dari kantor ke tempat wisata melahirkan istilah baru, yaitu “workation (ワーケーション)“atau bagi yang kampung halamannya tidak begitu jauh bisa pulang kampung sekalian karena bisa naik shinkansen pulang-pergi ke tempat tugas.
Bulan Mei 33 tahun yang lalu, para pegawai negeri di Jepang senang karena akhirnya mereka dapat menikmati hal yang sama dengan pegawai perusahaan swasta, libur di hari sabtu.
Tahun 2017, Yahoo Japan mulai memberikan libur hari ke3 untuk pegawai yang perlu liburan tambahan untuk mengurus anak, orang tua, bebas juga untuk memilih tempat kerja, mereka bebas memilih libur dihari apa. Mulai April kolom tempat tinggal di hapus bersamaan dengan bebas memilih moda transportasi.
Semakin banyaknya perusahaan yang didirikan membuat perusahaan semakin sulit untuk mendapatkan staff yang bermutu. Maka perusahaanpun melakukan berbagai inovasi menawarkan hal-hal yang menarik, salah satunya adalah sistim libur 3 hari seminggu tanpa mengurangi gaji.
Prinsipnya adalah cara menghabiskan total jam kerja dari Senin sampai Kamis hingga mencapai batas nol di hari Jum’at. Salah satu caranya adalah dengan menambah jam kerja 1 sampai 1,5 jam. Beban kerja tiap hari tidak berubah secara drastic bahkan karena ada yang diharapkan, yaitu liburan tambahan tanpa pemotongan gaji. Para pekerjanya dapat lebih konsentrasi sehingga pada akhirnya meningkatkan produktifitas.
Semakin banyaknya manula dan semakin berkurangnya para tenaga kerja dan para single mother pun bertambah. Tambahan libur ini dapat menjadi alternatif bagi pegawainya untuk memanfaatkannya untuk mengurus orang tua, mengurus anak, melanjutkan kuliah mengambil S2, S3 atau bahkan melakukan kegiatan sosial. Seperti yang dilakukan oleh Natsumi Oyama karyawan perusahaan IT di Tokyo, sudah lama dia memimpikan bisa tinggal bersama orang tuanya di pulau yang tenang karena sebenarnya pekerjaannya bisa dilakukan dimana saja, untuk komunikasi dengan atasan bisa melalui online, meeting dengan client juga bisa kapan saja dan tidak harus dengan tatap muka, sehingga praktis kebutuhan untuk datang ke kantor hanya 1 hari dalam seminggu, dia bisa memanfaatkan waktu luangnya untuk mengurus orang tuanya. Perusahaan bahkan membebaskan pegawainya yang berminat untuk berpartisipasi dalam sistim ini menentukan sendiri kapan dia mau menggunakan libur di hari ketiganya. Ada yang kerjanya Senin dan Selasa, Rabu libur lalu lanjut kerja lagi di hari Kamis dan Jum’at. Libur ditengah hari kerja ini ternyata sangat bermanfaat untuk men charge diri supaya bisa kembali bekerja dengan lebih segar,
Sayangnya perusahaan yang menerapkan sistim ini belum banyak, baru terbatas pada perusahaan besar dengan jumlah pegawainya yang ribuan seperti Hitachi Heavy Industry dan Panasonic dan baru terbatas pada bidang usaha tertentu. Sistim libur tiga hari juga tidak dapat di terapkan pada dunia usaha yang membutuhkan skill khusus yang bahkan selama ini sudah kekurangan tenaga staffnya seperti di rumah sakit, panti jompo dan institusi keuangan yang pada kenyataannya untuk mencari libur dua hari dalam seminggu saja sulit. Survey yang dilakukan perusahaan aplikasi pencari kerja Mynavi menunjukkan 78,5% pekerja yang berusia 20-50 tidak setuju dengan sistim libur tiga hari apabila gaji mereka dipotong. Tentunya di Jepang tidak ada istilah “cuti bersama” atau “harpitnas”, gimana, mau libur seminggu tiga hari…..
Tulisan oleh: Muhammad Surya
Japanese Simultaneous interpreter, translator & narator